Keadaan Emosi Selama Remaja
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “Badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari peruhan fisik dan kelenjar. Pertumbuhan pada tahun-tahun awal masa puber terus berlangsung tetapi berjalan agak lambat. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Oleh karena itu perlu dicari keterangan ain yang menjelaskan ketegangan emosi yang sangat khas pada usia ini.
Penjelasan diperoleh dari kondisi social yang mengelilingi remaja masa kini. Adapun meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan social dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (136)
Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu kewaktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan social yang baru. Misalnya, masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik pada periode ini. Bila kisah cinta berjalan lancer, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bila mana percintaan kurang lancer. Demikian pula, menjelang berakhirnya masa sekolah para remaja mulai mengkhawatirkan masa depan mereka.
Meskipun emosi remaja sering kali sangat kuat, tidak terkendali, dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ketahun terjadi perbaikan perilaku emosonal. Menurut gesel dan kawan-kawan, remaja 14 tahun sering kali mengalami mudah marah, mudah dirangsang, dan emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya. Sebaliknya, remaja 16 tahun mengatakan bahwa mereka “tidak punya keperihatinan”. Jadi adanya badai dan tekanan dalam periode ini berkurang menjelang berakhirnya awal ramaja (53).
Remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dan dengan cara gerakan amarah yang meledak-meledak dengan menggerutu, tidak mau berbicara atau dengan suara keras mengeritik orang-orang yang menyebabkan amarah. Remaja juga iri hati terhadap orang yang memiliki benda lebih banyak. Ia tidak mengeluh dan menyesali diri sendiri seperti yang dilakukan anak-anak. Remaja suka bekerja sambilan agar dapat memperoleh uang untuk membeli barang yang diinginkan atau bila perlu berhenti sekolah untuk mendapatkannya.
Kematangan Emosi
Anak laki-laki dan perempuan dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada masa akhir remaja “tidak meledakkan” emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara yang lebih dapat diterima emosinya.
Akhirnya remaja yang emosinya matang memberikan emosional yang stabil, tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati yang lain seperti dalam periode sebelumnya.
Untuk mencapai kematangan emosional remaja harus belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan reaksi emosional. Adapun caranya adalah dengan membicarakan berbagai masalah peribadinya dengan orang lain. Keterbukaan, perasaan dan masalah peribadi dipengaruhi sebagian oleh rasa aman dalam hubungan social dan sebagian oleh tingkat kesukaanya. Pada “orang sasaran”, (yaitu orang yang kepadanya remaja mau mengutarakan berbagai kesulitannya, dan oleh tingkat penerimaan orang sasaran itu.
Bila remaja ingin mencapai kematangan emosi ia juga harus belajar menggunakan kataris emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Meskipun cara-cara ini dapat menyalurkan gejolak emosi yang timbul karena usaha pengendalian ungkapan emosi, namun sikap social terhadap perilaku menangis adalah kurang baik dibandingkan dengan sikap social terhadap perilaku tertawa, kecuali bila tertawa hanya dilakukan bilamana memperoleh dukungan social.
Kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang menggambarkan suatu keadaan dimana kita suka melihat kedalam diri kita sendiri sebuah insting yang membuat kita terus menerus mempertanyakan pengetahuan mengenai diri kita sendiri. Kita terus menganalisis kekuatan dan kelemahan kita dan menetapkan tujuan dengan melakukan sesuatu untuk memperbaiki diri kita mungkin mencatat dalam notes atau buku harian mengenai pengalaman suasana hati dan pikiran-pikiran kita. Kita menjelajahi situasi apa yang membuat kita senang dan apa ang membuat kita tidak senang dan berusaha bertindak. Kita memahami dan mengelola emosi kita sendiri dengan baik. Kita suka menyisihkan waktu untuk berfikir dan merenung.
Pentingnya Pengetahuan Psikologi Pendidikan Bagi Guru
Guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam melaksanakan tugas pembelajaran ternyata perlu memiliki pengetahuan psikologi.Karena psikologi mempersoalkan aktivitas manusia, baik yang dapat diamati, maupun yang tidak, secara umum aktifitas-aktifitas dan penghayatan itu dapat dicari hukum-hukum dan psikologis yang mendasarinya.Bagi para pendidik penting sekali mengetahui hukum_hukum tersebut sehingga dengan demikian dapat membantu guru dan tenaga kependidikan lainya untuk memahami tingkah laku belajar anak didiknya lebih baik.Kemampuan untuk memahami tingkah laku belajar anak didiknya akan memberi penjelasan bahwa anak didiknya dalam keadaan belajar dengan baik atau tidak, pemahaman ini akan dapat mengukur kemampuan belajar dan kemampuan menerima materi pelajaran bagi para siswanya.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa, psikologi ilmu pengetahuan masih muda usianya, tentu psikologi pendidkan lebih muda lagi, artinya psikologi pendidikan masih menghadapi berbagai problematika dan perkembangan sebagai suatu ilmu pengetahuan, dalam perkembangan ini masih banyak hal -hal yang dapat dilengkapi sebagai ilmu pengetahuan yang dinamis. Namun pada prinsipnya psikologi pendidikan alat yang cukup penting untuk memahami tingkah laku belajar anak. Dalam hal ini setiap guru harus senantiasa memahami dan mengikuti perkembangan psikologi pendidikan, karena dengan model ini para guru dapat tertolong memahami pertumbuhan dan perkembangan belajar dan peserta didik, dan para guru dapat meningkatkan kemampuan belajar peserta didiknya sesuai potensi yang dimiliki masing- masing. Psikologi pendidikan ini sebagai alat bagi guru untuk mengendalikan dirinya, dan juga memberi bantuan belajar kepada peserta didiknya dalam kegiatan pembelajaran.
BAB III
PEMBAHASAN
Belajar Dengan Perasaan
Didalam dunia pendidikan untuk membentuk siswa sebagai pribadi yang bagus dan sebagai manusia pembelajar seutuhnya, maka sebagai seorang pendidik kita harus bisa menggunakan ranah kecerdasan dengan baik diantaranya, kognitif, afektif dan ranah psikomotorik.
Kenyataan yang berkembang saat ini adalah, betapa banyak siswa yang lulus dari sekolah atupun mahasiswa yang lulus dari perguruan tinggi mereka secara keilmuan bisa diandalkan, IQ mereka tinggi namun mereka banyak yang stress, kaget sosial setelah berada di masyarakat, hal ini disebabkan oleh apa? Tak lain jawabanya mereka tidak mempunyai kecerdasan emosi yang seharusnya berkembang ketika mereka masih menuntut ilmu di lembaga pendidikan.
Survey telah membuktikan bahwasanya IQ seseorang menjadi faktor keberhasilanya itu hanya berperan maksimal 40%, secara umum antara 6-20%, sedangkan selebihnya adalah EQ mereka yang sangat mempengaruhi keberhasilanya.
Oleh karena itu, sebagai seorang guru wajib kita bagaimana untuk mengetahui keadaan emosi para siswa sebelum memulai pembelajaranataupun dalam kondisi apapun sesuai dengan perkembangan mereka, karena emosi seseorang selalu berkembang sesuai dengan umur mereka, begitu juga yang terjadi pada remaja.
Beberapa saran dibawah ini menganjurkan bagi seorang guru bagaimana dia harus menciptakan dunia pembelajaran dengan penuh perasaan diantaranya adalah sebagai berikut gambaran besarnya:
Perhatikan secara seksama perasaan murid sebelum memulai pelajaran, situasi emosional dapat memicu sikap aktif atau pasif, apakah murud berada dalam kerangka pikir yang guru inginkan? Menjalani hubungan emosi dengan materi pelajaran merupakan cara utama untuk meyampaikan makna materi pelajaran itu, perasaan yang terbangun juga akan mrndorong perhatian dan mutivasi, akhir kata proses belajar akan menjadi lebih berkesan jika disertai dengan perasaan yang kuat.
Kebutuhan emosi dalam pembelajaran sangatlah penting, misalnya anak dalam keadaan stress tidak bisa menerima pelajaran dengan baik karena dia masih merasa tertekan, seorang anak atau siswa dalam belajar mereka mempunyai kebutuhan tertentu yang menyangkut kebutuhan emosional seperti yang dikemukakan oleh ahli psikologi Abraha Maslow, menurut pemikiran Maslow seseorang itu membutuhkan hal-hal sebagai berikut yakni, kebutuhan estetis, kebutuhan untuk mengetahui dan mengerti, kebutuhan untuk aktualisasi diri, kebutuhan memperoleh penghargaan orang, kebutuhan mendapat kasih sayang dan memiliki, kebutuhan rasa aman, kebutuhan fisiologis, setidaknya itulah kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan dalam menempuh belajar.
Upaya Mengembangkan Emosi Remaja Dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Intervensi pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangan kecerdasa emosional, salah satu diantaranya adalah dengan mengunakan intervensi yang ditemukan oleh WT. Grant Consurtium tentang “Unsur-unsur aktif program pencegahan” yaitu sebagai berikut :
Pengembangan keterampilan emosi
Cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan emosinal individu adalah :
Mengidentifikasi dan memberi nama atau label perasaan.
Mengungkapkan perasaan.
Menilai intensitas perasaan.
Mengelola perasaan.
Menunda pemuasan.
Mengendalikan dorongan hati.
Mengurangi stress.
Memehami perbedaan antara tindakan dan perasaan.
pengembangsn keterampilan kognitif
cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif adalah sebagai berikut:
Belajar melakukan dialog untuk mengatasi masalah atau memperkuat perilaku diri sendiri.
Belajar membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial
Belajar mengunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
Belajar memahami sudut pandang orang lain (empati)
Belajar memahami soapan santun.
Belajar bersikap positif terhadap kehidupan.
Belajar mengembangkan kesadaran diri.
Pengembangan keterampilan perilaku
Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah :
Mempelajari keterampilan komonikasi nonverbal
Mempelajari keterampilan verbal
Cara lain yang dapat digunakan sebagai intervensi edukatif untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat memiliki kecerdasan emosional adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang didalamnya terdapat materi yang dikembangkan oleh Daniel Goleman(1995) yang kemudian diberi nama Self Science Curriculum sebagaimana dipaparkan sebagai berikut :
Belajar mengembangkan kesadaran diri
Belajar mengambil keputusan pribadi
Belajar mengelola perasaan
Belajar menangani stress
Belajar berempati
Belajar berkomonikasi
Belajar membuka diri
Belajar mengembangkan pemahaman
Belajar menerima diri sendiri
Belajar mengembangkan tanggung jawab pribadi
Belajar mengembangkan ketegasan
Belajar dinamika kelompok
Belajar menyelesaikan konflik
Di akhir pembahasan ini ditegaskan bahwasanya betapa pentingnya pengembangan emosi itu dilakukan dalam dunia pembelajaran, dan sebagai seorang guru wajib untuk mengetahui betapa pentingnya mengetahiu keadaan emosi peserta didik, agar proses belajar mengajar bisa berjalan optimal dan menghasilkan lulusan yang bisa diandalkan.
Jumat, 28 Desember 2007
, hasil analisis buku SEX IN THE COST, oleh Iip Wijayanto
Peranan moral dalam kehidupan
Sek bebas ala para intelektual muda dan mahasiswa, yang sering kali terjadi dan hal seperti ini dilakukan oleh sekian banyak mahasiswa di seluruh perguruan tinggi, perilaku yang tidak bermoral yang malah sering kali dilakukan oleh para intelektual dan berpendidikan tinggi ini.
Mayoritas mahasiswa Indonesia dalam menempuh pendidikanya adalah tinggal di rumah-rumah pondok atau yang biasa juga dewasa ini disebut dengan kost-kostan, dalam kamus ilmiah popular yang kata kos (t) itu artinya adalah rumah sewa, dan dalm pengamatan saya ada beberapa macam rumah pondok atau kost ini, yaitu rumah kos dengan disertai pemilik kost, tidak disertai pemilik, dan hanya dengan seorang penjaga keamanan (scuriti), semua itu berpeluang untuk terjadinya tindakan-tidakan yang amoral oleh penghuninya, apalagi penghuninya adalah anak-anak muda terpelajar, yang banyak trik dan cara untuk hal seperti pelanggaran peraturan, Free Sex misalnya seperti yang dikemukakan oleh Iip Wijaynto dalam bukunya yang berjudu Sex In The Cost. Dan hal itu juga sangat sering saya lihat di rumah-rumah kost yang biasanya dekat degan lembaga-lembaga pendidikan.
Artinya yang paling banyak kasus sperti itu adalh pada kaum intelektual kita, contoh kasus yang Iip tulis dalm bokunya adalah, seorang mahasiswa yang keseharianya adalah kuliah dan kegiatan ekstranya adalah pacaran, sebut saja bang Duri namanya (bukan nama asli) dia memiliki gaya pacara yang menejemennya tergolong bagus dan rapi, setiap jam 08.00 -11.00 kira-kira jam-jam sekitar ini warga kost semuanya pada kuliah, pada saat itulah gaya unik pacaran mereka dapat dilihat, gaya pacaran yang kamar dengan pasangan, awalnya pintu dibuka seperti biasa dan biasanya bang Duri menyibukkan diri kesana kemari beraktifitas seperti biasa, selang beberapa menit kemudian pintu mulai tertutup rapat, dikonci dari dalam (Klek), computer dihidupin dengan tembang kenangan yang diputer sekeras mungkin untuk menutupi dan menyamarkan aktifitas mereka, dan jangan lupa biasanya sandal si mak lampir dimasukkan kedalam kamar, untuk megkaburkan jejak, dan beberapa jam kemudian berlahan si mak lampir berlahan disusupkan keluar dan lebidopun berhasil disalurkan kencan bersama mas Duri pun sudah selesai.
(kasus ini saya ambil dari sebuah buku Sex In The Kost yang ditulis oleh IIp Wijayanto, Tinta 2003) dan berdasarkan pengalaman penulis dan pengamatan kecil di beberapa rumah pondokan atau rumah kost.
Dan menganai contoh kasus yang sejenis dengan kasus diatas banyak sekali dan sering kali kita temukan dalam kehidupan kita, walaupun kadang kita tidak menyadari hal itu. Bahkan kita mungkin ingat dan mungkin juga tidak tahu tentang ini, yang beberapa tahun yang lalu Iip Wijayanto juga telah membuat geger Indonesia dengan hasil penelitianya tentang Virjinitas yang menunjukkan hasil fantastis “97,05%” mahasiswa disebuah kota di indonesia telah kehilangan virjinitasnya selama melakukan studi (kuliah), berita ini dipublikasikan di harian Jawa Pos 2002. menyoal perilaku seksual mahasiswa/I Indonesia di kota-kota pelajar ( sebuah kritik Iip Wijayanto),
Analisis kasus
Sebelum kita masuk lebih mendalam terhadap pembahasan analis kasus kali ini lebih sempurnanya kita jika tahu pengertian tentang moral dan apa sebenarnya moral itu sendiri.
Dalam buku psikologi remaja perkembangan peserta didik yang ditulis oleh mohammad ali dan Muhammad asrori dijelaskan bahwa moral itu adalah berasal dari kata latin mores artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Jadi dengan membaca sedikit dari pengertian ini sudah barng tentu kita punya pandangan sedikitnya bahwa hal apapun baik itu perbuatan individu atau kelompok ketikaitu tidak sesuai dengan tata cara kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan dalam masyarakat itu, maka yang jelas penilaian atau pandangan masyarakat terhadap individu atau kelompok tersebut akan tidak baik, maka yang paling cocok tindakan atau perilaku dalam kasus diatas adalah amoral, karena tata cara kehidupan mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada, nilai agama misalnya, jelas agama tidak memperbolehkan hal yang seperti itu bahkan diharamkan bagi orang yang belum menjalani akad, yang namanya pernikahan.
Moral merupakan standart baik buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial, nah jika kita kembali melihat kasus yang saya tulis diatas tepat pada kasus kencanya bang Duri, apa yang kemudian kita dapat tangkap dari kasus ini, bagaimana perilaku bang Duri ?, tingkahnya sebagai seorang intelektual ?, interaksinya dengan masyarakat?, jelas semua itu kalo kita mau jujur hal itu sangat tidak kita sukai, karena banyak hal yang menjadi alasan ketidak sukaan kita, salah satunya mungkin karena perbuatan itu tidak sesuai dengan adat istiadat, menentang kebiasaan, lebih-lebih hal itu hanya meresahkan masyarakat, yang akibatnya akan dinikmati bersama pada akhirnya, karena peraturan dah kesepakatan bersama yang ada tidak dijalani malah dilanggar, akibatnya apa yang terjadi ?, kehidupannya tidak menemukan kedamaian, mungkin pada diri individunya atau dalam masyarakt itu sendiri, kehidupanya tidak teratur, tidak tertib, dan bahkan akan mengganggu keharmonisan yang ada, atau bahka tidak pernah mencapai keharmunisan.
Yang selanjutnya adalah tentang hasil penelitian Virjinitas yang mengungkap 97,05% mahasiswa disebuah kota telah pernah melakukan hubungan seks, artinya kevirjinitasanya barang tentu sudah terenggut, begitu rusaknya moral para intelektual Negara ini, setelah kita mengetahui berita tersebut bagaimana kemudian pandangan kita?, masyarakat Indonesia bahkan mungkin masyarakat luar negeri beranggapan tentang rusaknya ban bobroknya moral yang pemuda kita miliki, kebobrokan moral seperti ini akan berakibat fatal pada stabilitas Negara, tingkat penyimpangan-pnympangan perilaku akan meningkat, kriminalitas, dan yang paling dapat dirasakan adalah dibidang SDM (sumber daya Manusi) yang begitu lemah, karena pemuda, mahasiswa dan para intelektual muda Indonesia disibukkan dengan ta”aruf, pacaran atau apapun istilahnya, namun pada ujung-ujungnya adalah Pra-marrietal intercourse (hubungan seks pranikah).
Daftar pustaka
Ali Muhammad.Dkk, Psikilogi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Bumi aksara,
Jakarta, 2005
Wijayanto Iip, Sex In The Cost, Tinta, Yogykarta, 2007
Wijayanto Iip, Pemerkosaan Atas Nama Cinta, Tinta, Yogyakarta, 2003
A Partanto. Pius. Dkk, Kamus Ilmiah Populer, Araloka, Surabaya, 1994
Sek bebas ala para intelektual muda dan mahasiswa, yang sering kali terjadi dan hal seperti ini dilakukan oleh sekian banyak mahasiswa di seluruh perguruan tinggi, perilaku yang tidak bermoral yang malah sering kali dilakukan oleh para intelektual dan berpendidikan tinggi ini.
Mayoritas mahasiswa Indonesia dalam menempuh pendidikanya adalah tinggal di rumah-rumah pondok atau yang biasa juga dewasa ini disebut dengan kost-kostan, dalam kamus ilmiah popular yang kata kos (t) itu artinya adalah rumah sewa, dan dalm pengamatan saya ada beberapa macam rumah pondok atau kost ini, yaitu rumah kos dengan disertai pemilik kost, tidak disertai pemilik, dan hanya dengan seorang penjaga keamanan (scuriti), semua itu berpeluang untuk terjadinya tindakan-tidakan yang amoral oleh penghuninya, apalagi penghuninya adalah anak-anak muda terpelajar, yang banyak trik dan cara untuk hal seperti pelanggaran peraturan, Free Sex misalnya seperti yang dikemukakan oleh Iip Wijaynto dalam bukunya yang berjudu Sex In The Cost. Dan hal itu juga sangat sering saya lihat di rumah-rumah kost yang biasanya dekat degan lembaga-lembaga pendidikan.
Artinya yang paling banyak kasus sperti itu adalh pada kaum intelektual kita, contoh kasus yang Iip tulis dalm bokunya adalah, seorang mahasiswa yang keseharianya adalah kuliah dan kegiatan ekstranya adalah pacaran, sebut saja bang Duri namanya (bukan nama asli) dia memiliki gaya pacara yang menejemennya tergolong bagus dan rapi, setiap jam 08.00 -11.00 kira-kira jam-jam sekitar ini warga kost semuanya pada kuliah, pada saat itulah gaya unik pacaran mereka dapat dilihat, gaya pacaran yang kamar dengan pasangan, awalnya pintu dibuka seperti biasa dan biasanya bang Duri menyibukkan diri kesana kemari beraktifitas seperti biasa, selang beberapa menit kemudian pintu mulai tertutup rapat, dikonci dari dalam (Klek), computer dihidupin dengan tembang kenangan yang diputer sekeras mungkin untuk menutupi dan menyamarkan aktifitas mereka, dan jangan lupa biasanya sandal si mak lampir dimasukkan kedalam kamar, untuk megkaburkan jejak, dan beberapa jam kemudian berlahan si mak lampir berlahan disusupkan keluar dan lebidopun berhasil disalurkan kencan bersama mas Duri pun sudah selesai.
(kasus ini saya ambil dari sebuah buku Sex In The Kost yang ditulis oleh IIp Wijayanto, Tinta 2003) dan berdasarkan pengalaman penulis dan pengamatan kecil di beberapa rumah pondokan atau rumah kost.
Dan menganai contoh kasus yang sejenis dengan kasus diatas banyak sekali dan sering kali kita temukan dalam kehidupan kita, walaupun kadang kita tidak menyadari hal itu. Bahkan kita mungkin ingat dan mungkin juga tidak tahu tentang ini, yang beberapa tahun yang lalu Iip Wijayanto juga telah membuat geger Indonesia dengan hasil penelitianya tentang Virjinitas yang menunjukkan hasil fantastis “97,05%” mahasiswa disebuah kota di indonesia telah kehilangan virjinitasnya selama melakukan studi (kuliah), berita ini dipublikasikan di harian Jawa Pos 2002. menyoal perilaku seksual mahasiswa/I Indonesia di kota-kota pelajar ( sebuah kritik Iip Wijayanto),
Analisis kasus
Sebelum kita masuk lebih mendalam terhadap pembahasan analis kasus kali ini lebih sempurnanya kita jika tahu pengertian tentang moral dan apa sebenarnya moral itu sendiri.
Dalam buku psikologi remaja perkembangan peserta didik yang ditulis oleh mohammad ali dan Muhammad asrori dijelaskan bahwa moral itu adalah berasal dari kata latin mores artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan. Jadi dengan membaca sedikit dari pengertian ini sudah barng tentu kita punya pandangan sedikitnya bahwa hal apapun baik itu perbuatan individu atau kelompok ketikaitu tidak sesuai dengan tata cara kehidupan, adat istiadat atau kebiasaan dalam masyarakat itu, maka yang jelas penilaian atau pandangan masyarakat terhadap individu atau kelompok tersebut akan tidak baik, maka yang paling cocok tindakan atau perilaku dalam kasus diatas adalah amoral, karena tata cara kehidupan mereka tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada, nilai agama misalnya, jelas agama tidak memperbolehkan hal yang seperti itu bahkan diharamkan bagi orang yang belum menjalani akad, yang namanya pernikahan.
Moral merupakan standart baik buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai-nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial, nah jika kita kembali melihat kasus yang saya tulis diatas tepat pada kasus kencanya bang Duri, apa yang kemudian kita dapat tangkap dari kasus ini, bagaimana perilaku bang Duri ?, tingkahnya sebagai seorang intelektual ?, interaksinya dengan masyarakat?, jelas semua itu kalo kita mau jujur hal itu sangat tidak kita sukai, karena banyak hal yang menjadi alasan ketidak sukaan kita, salah satunya mungkin karena perbuatan itu tidak sesuai dengan adat istiadat, menentang kebiasaan, lebih-lebih hal itu hanya meresahkan masyarakat, yang akibatnya akan dinikmati bersama pada akhirnya, karena peraturan dah kesepakatan bersama yang ada tidak dijalani malah dilanggar, akibatnya apa yang terjadi ?, kehidupannya tidak menemukan kedamaian, mungkin pada diri individunya atau dalam masyarakt itu sendiri, kehidupanya tidak teratur, tidak tertib, dan bahkan akan mengganggu keharmonisan yang ada, atau bahka tidak pernah mencapai keharmunisan.
Yang selanjutnya adalah tentang hasil penelitian Virjinitas yang mengungkap 97,05% mahasiswa disebuah kota telah pernah melakukan hubungan seks, artinya kevirjinitasanya barang tentu sudah terenggut, begitu rusaknya moral para intelektual Negara ini, setelah kita mengetahui berita tersebut bagaimana kemudian pandangan kita?, masyarakat Indonesia bahkan mungkin masyarakat luar negeri beranggapan tentang rusaknya ban bobroknya moral yang pemuda kita miliki, kebobrokan moral seperti ini akan berakibat fatal pada stabilitas Negara, tingkat penyimpangan-pnympangan perilaku akan meningkat, kriminalitas, dan yang paling dapat dirasakan adalah dibidang SDM (sumber daya Manusi) yang begitu lemah, karena pemuda, mahasiswa dan para intelektual muda Indonesia disibukkan dengan ta”aruf, pacaran atau apapun istilahnya, namun pada ujung-ujungnya adalah Pra-marrietal intercourse (hubungan seks pranikah).
Daftar pustaka
Ali Muhammad.Dkk, Psikilogi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Bumi aksara,
Jakarta, 2005
Wijayanto Iip, Sex In The Cost, Tinta, Yogykarta, 2007
Wijayanto Iip, Pemerkosaan Atas Nama Cinta, Tinta, Yogyakarta, 2003
A Partanto. Pius. Dkk, Kamus Ilmiah Populer, Araloka, Surabaya, 1994
Langganan:
Postingan (Atom)